BAB
I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Nematoda adalah hewan multiseluler
yang paling banyak jumlahnya di bumi dan terdapat hampir di seluruh habitat dan
beberapa juga terdapat di tempat yang tidak biasa seperti sumber mata air
panas, es, laut dalam, dan lingkungan berasam dan dengan kadar oksigen rendah.
Kelimpahannya mencapai jutaan individu per m2 tanah pada tanah dan sedimen
dasar perairan.
Nematoda memiliki fungsi yang sangat
penting dalam menjaga kelestarian tanah, salah satunya adalah sebagai dekomposisi
material racun atau secara istilah disebut bioremediasi. Nilai nematoda sebagai
bioremediasi tanah ini sangatlah penting. Jika dihitung dengan rupiah maka akan
didapatkan seberapa pentingnya hewan kecil ini bagi tanah dan tentunya bagi
manusia.
Nematoda Darah/Jaringan
Tubuh Manusia dan Hewan
Nematoda darah atau dikenal sebagai Nematoda filaria, menyebabkan penyakit kaki
gajah atau elefantiasis/filariasis. Di Indonesia terdapat 3 spesies cacing ini
yang dikenal juga sebagai cacing filaria limfatik, sebab habitat cacing dewasa
adalah di dalam sistem limfe (saluran dan kelenjar limfe) manusia yang menjadi
hospes definitifnya, maupun dalam sistem limfe hewan yang menjadi hospes
reservoar (kera dan kucing hutan). Spesies cacing filaria yang ada di Indonesia
adalah: Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori. Cacing filaria
ini ditularkan melalui gigitan nyamuk yang menjadi vektomya.
Malaria adalah penyakit yang
disebabkan oleh protozoa yang disebut plasmodium, yang dalam salah satu tahap
perkembang biakannya akan memasuki dan menghancurkan sel-sel darah merah.
Plasmodium yang menyebarkan penyakit malaria berasal dari spesies plasmodium
falciparum dan plasmodium vivax, plasmodium ovale, plasmodium malariae, dan
plasmodium knowlesi.
1.2 Rumusan
Masalah
Ø Apa yang
dimaksud dengan nematoda jaringan?
Ø Apa saja
jenis-jenis nematoda jaringan?
Ø Apa yang
dimaksud dengan penyakit malaria?
1.3 Tujuan
Ø Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan nematoda jaringan.
Ø Untuk
mengetahui jenis-jenis nematoda jaringan.
Ø Untuk
mengetahui tentang penyakit malaria.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Nematoda Jaringan
Nematoda Darah/Jaringan
Tubuh Manusia dan Hewan
Nematoda darah atau dikenal sebagai Nematoda filaria, menyebabkan penyakit kaki
gajah atau elefantiasis/filariasis. Di Indonesia terdapat 3 spesies cacing ini
yang dikenal juga sebagai cacing filaria limfatik, sebab habitat cacing dewasa
adalah di dalam sistem limfe (saluran dan kelenjar limfe) manusia yang menjadi
hospes definitifnya, maupun dalam sistem limfe hewan yang menjadi hospes
reservoar (kera dan kucing hutan). Spesies cacing filaria yang ada di Indonesia
adalah: Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori. Cacing filaria
ini ditularkan melalui gigitan nyamuk yang menjadi vektomya. Filariasis
bancrofti mempunyai 2 tipe, yaitu: 1.Tipe urban, atau terdapat di daerah
perkotaan, vektornya nyamuk Culex quenquefasciatus/C. fatigans. 2.Tipe rural,
vektornya nyamuk Anopheles atau nyamuk Aedes tergantung pada daerahnya.
Periodisitasnya adalah periodik nokturna, di mana mikrofilaria banyak ditemukan
dalam darah tepi penderita pada waktu malam hari.
Filariasis malayi lebih
banyak terjadi di daerah rural, vektornya adalah nyamuk Mansonia yang tempat
perindukannya di rawa-rawa dekat hutan dan beberapa jenis dari nyamuk Anopheles
dapat pula menjadi vektor penyakit ini. Perbedaan nyamuk yang menjadi vektornya
tergantung pada daerah geografis. Periodisitas filariasis malayi adalah
subperiodik nokturna, artinya mikrofilaria dapat ditemukan dalam darah tepi
penderita pada waktu siang dan malam hari, meskipun jumlahnya lebih banyak pada
malam hari. Bila mikrofilaria dalam darah tepi penderita masuk ke dalam tubuh
nyamuk vektor pada waktu nyamuk rnengisap darah, maka akan berubah menjadi
larva stadium I-III (L1-L2-L3). L3 bila nyamuk mengisap darah manusia akan
terbawa masuk ke dalam tubuh dan menuju saluran limfe serta menjadi dewasa
dalam kelenjar limfe. Gejala utama filariasis adalah: limfangitis,
limfadenitis, limfedema, yang bisa terjadi berulang-ulang sampai akhimya bila
sudah kronis (bertahun-tahun) akan terjadi elefantiasis. Pada infeksi W.
bancrofti biasa menyerang ekstremitas bagian atas, alat genital, yang bisa
menimbulkan hidrokel dan juga buah dada, namun juga bisa menyerang kaki.
Filariasis malayi lebih banyak menyerang bagian kaki.
Diagnosis dengan
menemukan mikrofilaria dalam darah tepi penderita, tergantung periodisitasnya
maka biasanya pemeriksaan dilakukan pada malam hari untuk menemukan
mikrofilarianya. Lalu sediaan darah dicat dengan Giemsa, sehingga dapat dilihat
perbedaan bentuk mf-nya untuk menentukan spesiesnya. Pengobatan filariasis
sampai saat ini yang efektif adalah pemberian DEC (dietil karbamasin).
Pencegahan terutama menjaga diri agar tidak digigit nyamuk, dengan memakai
kelambu waktu tidur atau menggunakan repelen. Membasmi tempat perindukan nyamuk
vektor, namun untuk yang habitatnya di rawa-rawa akan sulit dilakukan. Nematoda
jaringan adalah beberapa spesies cacing Nematoda yang hospes yang definitifnya
hewan, di mana cacing dewasa hidup dalam usus halus hewan tersebut. Bentuk
larvanya yang menginfeksi jaringan tubuh manusia dan menimbulkan masalah
penyakit. Tiga jenis cacing tersebut adalah: Trichinella spiralis yang hospes
definitifnya adalah babi dan hewan lain (tikus, beruang, anjing liar dll), juga
manusia. Habitat cacing dewasa dalam usus halus hospes. Manusia terinfeksi
karena makan daging babi yang mengandung sista yang berisi larva di dalamnya.
Daging tersebut bila dimakan tanpa dimasak dengan baik, maka larva akan menetas
dalam usus dan menjadi dewasa. Cacing betina yang bersifat vivipar,
menghasilkan larva yang akan menembus mukosa usus terbawa aliran darah sampai
ke jaringan otot dan menyebabkan trikhinosis.
2.2 Jenis-jenis Nematoda jaringan
2.2.1.
Wuchereria bancrofti (filaria Bancrofti / Bancrofts Filaria)
a.
Penyakit : Filariasis bancrofti, Wuchereriasis,
Elephantiasis
b.
Distribusi Geografis : Parasit ini tersebar di daerah tropis
dan subtropis, ke Utara sampai ke Spanyol, ke Selatan sampai ke Australia,
Afrika,Asia, Jepang, Taiwan, Philiphina, Indonesia dan Kepulauan Pasifik
Selatan.
c.
Habitat : Bentuk dewasa ditemukan di saluran dan
kelenjar lymphe manusia.
d.
Vector : Nyamuk (Culex, Aedes, Anopheles)
1.Morfologi
Cacing
dewasa: berbentuk memanjang seperti rambut (hair like), warna transparans,
bentuk filariform dengan ujung meruncing sedikit demi sedikit. Cacing jantan
dan betina didapatkan saling melingkar di dalam habitatnya dan sukar untuk
dilepaskan.
Jantan : Ukuran 25-40
X 0,1 mm, bagian posterior melengkung ke ventral dan mempunyai spiculae
Betina : Ukuran 80-100
X 0,25 mm.
Life span : kurang lebih 5-10 tahun.
2.Mikrofilaria
Setelah
dilahirkan oleh induknya dalam saluran lymphe, mereka akan menemukan jalannya
menuju saluran lymphe utama dan akhirnya berada dalam aliran darah tepi.
Morfologi mikrofilaria dapat diamati dengan baik dengan mengambil darah
penderita, dan dibuat sediaan tetes tebal yang diwarnai dengan Wright/Giemsa.
Pada sediaan yang baik akan terlihat mikrofilaria sebagai suatu bentukan
silinder memanjang.
Ciri-ciri
khas dari mikrofilaria Wuchereria bancrofti sbb :
·
Ukuran kurang lebih 290 X 6 mikron
·
Terbungkus oleh suatu selaput hialin (hyaline sheath), tetapi
pada pengecatan dengan Giemsa
·
sheath ini jarang nampak dan hanya nampak pada pengecatan yang
pekat.
·
Curva tubuhnya halus dan tak mempunyai lekukan tubuh sekunder
(secondary kink negatif)
·
Tubuhhya terisi oleh body nuclei yang tersebar merata, nampak
seolah-olah teratur.
·
Pada ujung anterior terdapat bagian yang bebas dari body nuclei,
disebut cephalic space yang
·
ukuran panjangnya kurang lebih sama dengan lebarnya (Cephalic
space ratio 1 : 1).
·
Ujung posterior tidak mengandung body nuclei (Terminal nuclei
negatif)
3. Siklus hidup
|
Siklus
hidup W. bancrofti sumber www.dpd.cdc.gov/dpdx
|
Wuchereria bancrofti mempunyai 2 host yaitu :
1. Dalam Tubuh Manusia (Definitif host)
Cacing
dewasa berada dalam saluran dan kelenjar lymphe, setelah kawin cacing betina
akan melahirkan mikrofilaria (ovo vivipar) sesuai dengan sifat periodisitasnya
mikrofilaria-mikrofilaria tersebut akan berada di darah tepi . Bila kebetulan
ada nyamuk yang sesuai menggigit penderita tersebut, maka mikrofilaria akan
ikut terhisap bersama darah penderita dan masuk ke tubuh nyamuk. Didalam tubuh
manusia mikrofilaria dapat bertahan hidup lama tanpa mengalami perubahan
bentuk.
2. Dalam Tubuh Intermediate host
Nyamuk
yang berperan sebagai vektor biologis/hospes perantaraan
untuk Wuchereria bancrofti adalah dari genus : Culex,
Anopheles,Aedes. Mikrofilaria yang terhisap masuk pada saat terjadinya gigitan,
sesampai di lambung nyamuk akan melepaskan sheathmya. Dalam waktu 1-2 jam
kemudian ia menembus dinding usus nyamuk menuju ke otot-otot thorax untuk
mengadakan metamorfosis. Dalam waktu kurang lebih 2 hari mikrofilaria akan
tumbuh menjadi larva stadium I (l24-250 mikron X 10-17 mikron) dan 3-7 hari
kemudian menjadi larva stadium II yang panjangnya (225-330 mikron dan lebar
15-30 mikron) dan pada hari ke 10-11 pertumbuhan larva dapat dikatakan telah
lengkap menjadi larva stadium III dengan ukuran panjang 1500-2000 mikron dan
lebarnya 18-23 mikron), yaitu stadium yang infektif untuk manusia. Larva tersebut
bermigrasi ke kelenjar ludah (proboscis). dan siap untuk ditularkan bila nyamuk
tersebut menggigit manusialagi.
4.Cara Infeksi
·
Melalui inokulasi (gigitan) nyamuk betina. (Culex, Aedes,
Anopheles), di India dan China : Culex fatigans, di Kepulauan Pasific :
Anopheles punctulatus
·
Bentuk infektif untuk manusia larva stadium III
·
Portal of entry : kulit
5.Habitat
System
lymphatic dari extremitas superior atau inferior, hal ini tergantung dari
lokasi gigitan. Kebanyakan di regio Inguino-scrotal.
6.Pathogenesis
Effect
pathogen yang nampak pada Wuchereria dapat disebabkan oleh bentuk
dewasa baik yang hidup maupun yang mati. Bentuk dewasa atau larva yang sedang
tumbuh dapat menyebabkan kelainan berupa reaksi inflamasi dan system lympatic.
Sedangkan bentuk microfilarianya yang hidup didalam darah belum diketahui
apakah menghasilkan product-product yang bersifat pathogen, kecuali pada
accult filariasis.
Hasil
metabolisme dari larva Wuchereria yang sedang tumbuh menjadi dewasa
pada individu yang sensitif dapat menyebabkan reaksi allergi seperti:
urticaria, "fugitive swelling". (pembengkakan, nyeri, pembengkakan
pada kulit extremitas) dan pembengkakan kelenjar lymphe. Gejala ini dapat
timbul awal dalam waktu beberapa bulan (kurang lebih 3 1/2 bulan) setelah
penularan. Pemeriksaan darah tepi untuk mencari mikrofilaria pada stadium ini
biasanya negatif (gagal ditemukan), tetapi pada biopsi kelenjar lymphe setempat
mungkin dapat ditemukan cacing Wuchereria bancrofti muda atau dewasa.
7.Gejala Klinis
Karena filariasis bancrofti
dapat berlangsung selama beberapa tahun maka dapat terjadi gambaran klinis yang
berbeda-beda. Reaksi pada manusia terhadap infeksi filaria berbeda dan beraneka
ragam. Akibat infeksi yang disebabkan oleh filaria maka dapat diklasifikasi sbb
:
1.
Bentuk dengan peradangan
2.
Bentuk dengan penyumbatan dan
3.
Bentuk tanpa gejala.
1. Bentuk dengan peradangan (Filariasis dengan peradangan)
Filariasis dengan
peradangan merupakan fenomen alergi karena kepekaan terhadap bahan-bahan
metabolit yang berasal dari larva yang sedang tumbuh dari cacing betina yang
melahirkan mikrofilaria, atau dari cacing dewasa yang hidup dan yang mati.
Dapat juga terjadi infeksi sekunder yang disebabkan oleh streptococcus atau
oleh jamur. Lymphangitis dari anggota tutuh pembengkakan setempat dan kemerahan
lengan dan tungkai merupakan gejala yang khas dari serangan yang berulang-
ulang. Demam menggigil, sakit kepala, muntah dan kelemahan dapat menyertai
serangan tersebut yang dapat berlangsung beberapa hari-minggu yang terutamaterkena
ialah saluran limphe tungkai dan alat genital; dapat terjadi funiculitis,
epididymitis, orchitis. Dapat terjadi leucocytosis sampai 10.000 dengan
Eosinophyl 6-26%.
2. Bentuk
penyumbatan (Filariasis dengan penyumbatan)
Penyumbatan
dapat terjadi akibat perubahan dinding dan proliferasi endothel saluran lymphe
karenaproses peradangan (obliterative endolymphangitis) juga karena
fibrosis kelenjar lymphe dan jaringan ikat sekitarnya akibat keradangan yang
berulang-ulang atau dapat juga akibat efek mekanis misalnya penyumbatan oleh
cacing dewasa pada lumen pembuluh lymphe. Penyumbatan
pada filariasisterjadinya perlahan-lahan biasanya setelah terkena infeksi
filaria selama bertahun-tahun. Akibat penyumbatan limfatik tersebut maka dapat
terjadi pelebaran lumen dan menurunnya elastisitas pembuluh lymphe, disebut
lymp varix. Dapat juga timbul kebocoran dinding pembuluh lymphe yang
menyebabkan cairan lymphe keluar dari lumen; hidrocele, chyluria. Hypretrofi
jaringan yang terkenaproses yang menahun menyebabkan penebalan jaringan
sehingga bisa terjadi Elephanthiasis.
3. Bentuk tanpa
gejala (Filariasis tanpa gejala)
Di
daerah endemi, anak-anak mungkin terkena penyakit sejak umur muda, dan pada
umur 6 tahun pada mereka telah dapat ditemukan mikrofilaria di dalam darah tanpa
menimbulkan gejala yang menunjukkan adanya infeksi ini. Pada pemeriksaan tubuh
tampak mikrofilaria dalam jumlah besar dan adanya eosinofil. Pada waktu cacing
dewasa mati mikrofilaria menghilang tanpa penderita menyadari akan adanya
infeksi.
8.Diagnose
Diagnosa filariasis ditegakkan berdasarkan
atas :
·
Anamnese yang berhubungan dengan nyamuk didaerah endemi
·
Dari gejala klinis seperti tersebut diatas
·
Pemeriksaan laboratorium dengan melakukan pemeriksaan darah yang
diambil pada waktumalam (terutama untuk yang bersifat xacternal periodicyty).
Diagnosa pasti bila kita menemukan parasitnya. Perlu kiranya diketahui bahwa
darah penderita dengan gejala filariasis tidak selalu ditemukan mikrofilaria.
Selain dengan
pemeriksaan tersebut dapat juga dilakukan dengan :
Xeno Diagnosis yaitu
Nyamuk yang steril digigitkan pada orang yang diduga menderita Wuchereriais,
kemudian dilakukan pembedahan atau nyamuk-nyamuk tersebut dilumatkan untuk
mencari mikrofilaria atau larva.
Metode yang lain adalah : Biopsi kelenjar: gambaran yang khas dari
infeksi Wuchereriasis kelenjar sangat membantu.
Serologis : dapat dilakukan dengan tes kulit (skin test) maupun
Complement Fixation Test, dengan menggunakan antigen yang berasal dari
Dirofilaria immitis. Metode ini sangat membantu diagnosa terutama pada fase-
fase permulaan.
Ada keadaan-keadaan
tertentu dimana mikrofilaria tidak ditemukan pada pemeriksaan darah tepi
penderita, yaitu:
- Selama permulaan fase allergie
·
Setelah serangan limfangitis, karena cacing dewasa telah mati.
·
Pada kasus-kasus Elephanthiasis, karena sumbatan sistim limfatik
sehingga
·
mikrofilaria tak dapat mencapai peredaran darah.
·
Pada Occult Filariasis.
9.Terapi :
Obat-obat Filarisida yang dapat dipakai antara
lain :
1.
Diethyl Carbamazin (Hetrazan)
o
terutama untuk mikrofilarianya
o
dosis dan cara pemberiannya masih bervariasi
o
dosis standart yang dipakai adalah 2 mg/ kg berat badan 3 X
sehari selama 7-14 hari
o
untuk mengurangi efek samping (sakit kepala,pusing, mausea,
demam) pemberian obat dimulai
2.
dari dosis rendah, kemudian ditingkatkan secara bertahap
3.
Preparat Arsen ; Mel W, Mel B, untuk cacing dewasanya.
4.
Suramin
5.
Corticosteroid ; untuk mengurangi efek allergie
6.
Antibiotika: dapat dipakai pada limfangitis rekurens yang
disebabkan oleh infeksi sekunder.
7.
Operasi
10.Pencegahan
Pencegahan
Wuchereriasis di daerah endemis meliputi pemberantasan nyamuk dan mengobati
penderita yang merupakan sumber infeksi. Perlindungan manusia dengan menutup
ruangan dengan kawat kasa, memakai kelambu atau repelent.
2.2.2 Brugia Malayi
Lichentenstein dan Brug pertama diakui B. malayi sebagai patogen yang
berbeda pada tahun 1927. Mereka melaporkan terjadinya suatu spesies filariae
manusia di Sumatera Utara yang baik fisiologis dan morfologis berbeda dari W.
bancrofti mikrofilaria umumnya ditemukan di Jakarta dan bernama patogen Filaria
malayi. Namun demikian, meskipun studi epidemiologi mengidentifikasi malayi
Filaria di India, Sri Lanka, Cina, Vietnam Utara, dan Malaysia pada tahun
1930-an, Lichentenstein dan's hipotesis Brug tidak diterima sampai 1940-an,
ketika Rao dan Mapelstone diidentifikasi cacing dewasa di India.
Berdasarkan kesamaan dengan W. bancrofti, Rao dan Mapelstone diusulkan
untuk menyebutnya parasit Wuchereria malayi Pada tahun 1960, bagaimanapun,
Buckley diusulkan untuk membagi genus tua Wuchereria, ke dalam dua generasi,
dan Brugia dan Wuchereria nama Filaria malayi Brugia malayi sebagai berisi.
Wuchereria W. bancrofti, yang sejauh ini hanya ditemukan menginfeksi manusia,
dan Brugia berisi B. genus malayi, yang menginfeksi manusia dan hewan, serta
spesies zoonosis lainnya.
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
Animalia
Filum:
Nematoda
Kelas:
Secernentea
Order:
Spirurida
Keluarga:
Onchocercidae
Genus:
Brugia
1. Morfologi
·
Dewasa
Menyerupai
cacing nematoda cacing gelang klasik. Panjang dan benang, B. dan lain nematoda
malayi hanya memiliki otot longitudinal dan bergerak dalam S-bentuk gerakan
sebuah. Orang dewasa biasanya lebih kecil dari dewasa W. bancrofti, meskipun
beberapa orang dewasa telah diisolasi. cacing dewasa Wanita (50 μm) lebih besar
dari cacing jantan (25 μm).
·
Mikrofilaria
Mikrofilaria
B. malayi mempunyai panjang 200-275 μm dan bulat mengakhiri anterior dan
posterior ujung runcing. mikrofilaria ini adalah berselubung, yang banyak noda
dengan Giemsa. selubung ini sebenarnya kulit telur, lapisan tipis yang
mengelilingi kulit telur sebagai mikrofilaria yang beredar dalam aliran darah.
mikrofilaria yang mempertahankan sarungnya sampai dicerna dalam midgut nyamuk.
2.Gejala
B. malayi adalah salah satu agen
penyebab filariasis limfatik , suatu kondisi yang ditandai dengan infeksi dan
pembengkakan dari sistem limfatik. Penyakit ini terutama disebabkan oleh adanya
cacing dalam pembuluh limfatik dan respon host yang dihasilkan. Tanda-tanda
infeksi biasanya konsisten dengan yang terlihat di bancroftian-filariasis
demam, limfadenitis, lymphangitis, lymphedema, dan infeksi bakteri
sekunder-dengan beberapa pengecualian.
3. Diagnosis
Laboratorium
Berdasarkan tes PCR sangat
sensitif dan dapat digunakan untuk memantau infeksi baik pada manusia dan
vektor nyamuk. Namun, tes PCR yang memakan waktu, tenaga kerja yang intensif
dan membutuhkan peralatan laboratorium. Limfatik filariasis terutama
mempengaruhi masyarakat miskin, yang tinggal di daerah tanpa sumber daya
tersebut.
Kartu antigen uji ICT secara luas digunakan dalam diagnosis W. bancrofti,
namun komersial antigen B. malayi belum tersedia secara luas historis. Namun,
perkembangan penelitian terbaru telah mengidentifikasi antigen rekombinan
(BmR1) yang bersifat spesifik dan sensitif dalam mendeteksi antibody terhadap
B. IgG4 malayi dan B. timori dalam ELISA dan cepat Dipstick
immunochromatographic (Brugia Rapid) uji. Namun, tampaknya immunoreactivity
bahwa untuk antigen ini adalah variabel pada orang yang terinfeksi nematoda
filarial lainnya. Penelitian ini telah menyebabkan perkembangan dua baru cepat
immunochromatographic IgG4 kaset tes-WB cepat dan panLF cepat-yangmendeteksi
Filariasis bancroftian dan semua tiga spesies filariasis limfatik,
masing-masing, dengan sensitivitas yang tinggi dan selektivitas.
4.
Epidemiologi
B. malayi menginfeksi 13 juta orang di selatan dan Asia Tenggara dan yang
bertanggung jawab untuk hampir 10% dari total kasus di dunia filariasis
limfatik. Infeksi B. malayi adalah endemik atau berpotensi endemik di 16
negara, di mana ia paling umum di Cina selatan dan India, tetapi juga terjadi
di Indonesia, Thailand, Vietnam, Malaysia, Filipina, dan Korea Selatan.
Penyebaran B. malayi tumpang tindih dengan W. bancrofti di wilayah ini, tetapi
tidak hidup berdampingan dengan B. timori. Daerah fokus dari endemisitas
ditentukan sebagian oleh vektor nyamuk.
2.2.3 Brugia timori
a.
Hospes definitif : Manusia
b.
Hospes perantara/vektor : Nyamuk(Anopheles
barbirostris)
c.
Habitat :
- Cacing
dewasa :Saluran
dan kelenjar limfe
- Mikrofilaria :Darah dan
limfe
d. Penyakit : Brugiasis timori, filariasis
timori, kaki
gajah tipe
timori
e.
Distribusi geografik :
Indonesia bagian Timur
(Pulau
Timor,Flores, Rote
dan Alor)
1. Morfologi
o Cacing
dewasa : bentuk seperti benang berwarna putih susu
o Cacing
jantan : (13 – 23) x 0,08 mmekor melengkung ke ventral, mempunyai 2 spikulum
o Cacing
betina : (21 – 39) x 0,1 mm
ekor lurus
2.
Mikrofilaria : - (280 – 310) x 7 µm
-
berselubung
- cephalic
space, p : l = 3 : 1
- inti
padat, sampai ke ujung ekor
- ekor
mempunyai 2 inti tambahan
Periodisitas
mikrofilaria : Periodik nokturna
Daur hidup, Patologi dan gejala klinis,
Diagnosis,
Terapi, Prognosis dan Pencegahan sama dengan Brugia malayi
2.2.4 Loa-loa
Loa-loa salah satu jenis cacing kelas nematoda jaringan yang suka banget
nyempil di lapisan konjugtiva mata (itulah lapisan yang being-bening). Infeksi
Loa-loa dinamakan Loaiasis, pertama kali terjadi pada tahun 1770 pada seorang
wanita negro di Santo Domingo, Hindia Barat. Cacing dewasa Loa loa merupakan
nematoda jaringan yang bersifat parasit, sekitar 90% menyerang manusia dan
sisanya menyerang kuda nil, binatang pemamah biak yang hidup liar, tikus dan
kadal. Walaupun Indonesia bukan daerah endemik (daerah penyebaran) penyakit
ini, kita juga perlu memiliki pengetahuan tentang berbagai macam parasit yang
bisa menyerang manusia sehingga kita dapat menganalisisnya bila penyakit
tersebut suatu saat kita temui.
Adapun vektor dari Loa-loa adalah jenis lalat dari genus Tabanus. Ada dua
jenis vektor yang menonjol dari genus Chrysops yakni C. silicea dan C.
dimidiata. Spesies hanya terdapat di Afrika dan sering dikenal dengan deerflies
atau mangroveflies. Chrysops spp merupakan lalat yang berukuran kecil,
panjangnya 5-20 mm, dengan ukuran kepala besar dan betuk mulut yang condong ke
bawah. Sayapnya polos atau berbintik cokelat. Mereka merupakan penghisap darah
dan biasanya hidup di daerah hutan tropis dan habitat berlumpur seperti,
rawa-rawa, sungai, dan waduk. Gigitan lalat Chrysops sangat menyakitkan, dan
dapat mengakibatkan bekas gigitan yang lebih parah dari gigitan lalat biasa.
Kingdom :
Animalia
Filum :
Nematoda
Kelas :
Secernentea
Ordo :
Spirurida
Famili :
Filariidae
Genus : Loa
Spesies :
Loa loa
1. Sejarah
·
Kasus pertama infeksi Loa loa tercatat
di Karibia (Santo Domingo) pada tahun 1770. Seorang ahli bedah Prancis bernama
Mongin mencoba tetapi gagal untuk menghapus cacing yang lewat di mata seorang
wanita. Beberapa tahun kemudian, pada 1778, ahli bedah Guyot Francois dapat
melakukan pembedahan pada cacing di mata seorang budak dari Afrika Barat pada
kapal Prancis ke Amerika.
·
Identifikasi microfilaria dibuat pada
tahun 1890 oleh Stephen dokter mata McKenzie. Sebuah presentasi klinis umum
loiasis, yang diamati pada tahun 1895 di pesisir kota Nigeria maka terciptalah
nama Calabar swelling.
·
Pengamatan ini dibuat oleh seorang
dokter mata Skotlandia bernama Douglas Argyll-Robertson, tetapi hubungan antara
Loa loa dan Calabar swelling tidak disadari sampai tahun 1910 (oleh Dr Patrick
Manson). Penentuan vektor lalat Chrysops diketahui pada tahun 1912 oleh British
parasitologist Robert Thompson Leiper.
·
Nama Penyakit : Loa loa filariasis,
loaiasis, Calabar swelling(Fugitiveswelling), Tropical swelling dan
Afrika eyeworm
·
HP: Lalat Crysops silaceae dan C
dimidiata
·
Daya hidup: 4-17 tahun
·
Distribusi: terbatas pada hutan dan tepi
hutan di daerah katulistiwa afrika yang sering hujan
2. Morfologi
1.
Cacing dewasa hidup dalam jaringan sub
kutan,
2.
betina berukuran 50-70 mm x 0,5 mm
3.
jantan 30-34 mm x 0,35-0,43 mm. Cacing
4.
Cacing betina mengeluarkan mikrofilaria
yang beredar dalam darah pada siang hari (diurna).
5.
Pada malam hari mikrofilaria berada
dalam pembuluh darah paru-paru.
3. Siklus Hidup
Loa-loa
Parasit ini ditularkan oleh lalat Chrysops.
Mikrofilaria yang beredar dalam darah diisap oleh lalat dan setelah kurang
lebih 10 hari di dalam badan serangga, mikrofilaria tumbuh menjadi larva
infektif dan siap ditularkan kepada hospes lainnya. Cacing dewasa tumbuh dalam
badan manusia dan dalam waktu 1 sampai 4 minggu mulai berkopulasi dan
cacing betina dewasa mengeluarkan mikrofilarianya.
4.
Patologis
Gejalanya khas dengan terbentuknya pembengkakan calabar swelling di sekitar
sendi, lengan atas yang dapat menjadi sebesar telur ayam. Pembengkakan sering
kali didahului oleh rasa gatal dan sakit yang terlokalisasi. Gejala ini
disebabkan reaksi alergi terhadap cacing dewasa yang bermigrasi ke jaringan
subkutan; timbul setelah tiga minggu. Pembengkakan akan berakhir dalam beberapa
hari atau seminggu dan berkurang secara perlahan-lahan sebagai manifestasi
supersensitif hospes terhadap parasit.
Migrasinya ke jaringan subkonjungtiva menyebabkan gejala iritis, mata
sembab, saikit, pelupuk mata menjadi bengkak hingga mengganggu penglihatan,
tetapi tidak sampai menimbulkan kebutaan. Aktifitas cacing tampak/dapat dilihat
di jaringan subkonjungtiva, sedangkan mikrofilarianya tidak menimbulkan dampak
yang serius, hanya ditakutkan timbulnya ensefalitis bila cacing masuk ke otak.
Ketika cacing dewasa berpindah melintasi jaringan subkutan dan juga hidung,
akan menyebabkan rasa sakit, serta mengalamai Eosinofilia.
Eosinofilia adalah gejala lain yang merupakan karakteristik dari Loa-loa.
Eosinofilia bukan merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan respon terhadap
suatu penyakit. Peningkatan jumlah eosinofil dalam darah biasanya menunjukkan
respon yang tepat terhadap sel-sel abnormal, parasit, atau bahan-bahan penyebab
reaksi alergi (alergen).
Jika suatu bahan asing masuk ke dalam tubuh, akan terdeteksi oleh limfosit
dan neutrofil, yang akan melepaskan bahan untuk menarik eosinofil ke daerah
ini.Eosinofil kemudian melepaskan bahan racun yang dapat membunuh parasit dan
menghancurkan sel-sel yang abnormal. 50-70% eosinofilia acap kali ditemukan
pada orang yang terinfeksi Loa-loa, terutama bila terjadi
pembengkakan.Indikator lain adalah peningkatan jumlah serum IgE, peningkatan
antibodi antifilaria, tetapi orang yang terinfeksi kadang-kadang asimtomatik.
Mikrofilaremia tidak selalu muncul.
5. Komplikasi
Cacing dewasa yang merusak pembuluh limfe serta mekanisme inflamasi dari
tubuh penderita yang mengakibatkan proliferasi jaringan ikat di sekitar
pembuluh. Respon inflamasi ini juga diduga sebagai penyebab granuloma dan
proliferatif yang mengakibatkan obstruksi limfe secara total. Ketika cacing
masih hidup, pembuluh limfe akan tetap paten, namun ketika cacing sudah mati
akan terjadi reaksi yang memicu timbulnya granuloma dan fibrosis sekitar limfe.
Kemudian
akan terjadi obstruksi limfe total karena karakteristik pembuluh limfe bukanlah
membentuk kolateral (seperti pembuluh darah), namun akan terjadi malfungsi
drainase limfe di daerah tersebut.
6. Gejala
klinis
1. Menimbulkan
gangguan di konjungtiva mata dan pangkal hidung dengan menimbulkan:
·
iritasi pada mata,
·
mata sendat, sakit,
·
pelupuk mata menjadi bengkak.
2. Pembengkakan jaringan yang tidak sakit
3. Ensefalitis
7. Distribusi geografis
Distribusi
geografis loaiasis manusia terbatas pada hutan hujan dan rawa kawasan hutan
Afrika Barat, terutama di Kamerun dan di Sungai Ogowe. Manusia adalah
satu-satunya reservoir alami. Diperkirakan 12-13 juta manusia terinfeksi larva
Loa loa.
8. Diagnosis
Diagnosis dibuat dengan
menemukan mikrofilaria di dalam darah yang diambil pada waktu siang hari atau
menemukan cacing dewasa di konjungtiva mata ataupun dalam jaringan subkutan.
9. Pengobatan dan
Pencegahan
·
Penggunaan dietilkarbamasin (DEC) dosis
2 mg/kgBB/hari, 3 x sehari selama 14 hari
·
Pembedahan pada mata
·
Menghindari gigitan Lalat
·
Pemberian obt-obatan 2 bln sekali
·
Jangan sering-sering masuk hutan.
2.2.5 Onchocerca volvulus
Onchocerciasis (river
blindness) adalah infeksi oleh cacing gelang Onchocerca volvulus.
Hal ini menyebabkan rasa gatal, ruam, kadangkala disertai luka gores, sama
seperti gejala-gejala mata yang membuat kebutaan.
Di seluruh dunia, sekitar 18 juta orang memiliki Onchocerciasis. Sekitar
270.000 nya menjadi buta, dan 500.000 mengalami gangguan penglihatan. Onchocerciasis
adalah penyebab nomor dua pada kebutaan. Onchocerciasis paling umum di
daerah tropis dan daerah selatan Afrika (sub-sahara). Kadangkala terjadi di
Yaman, Meksiko Selatan, Guatemala, Ekuador, Kolombia, Venezuela, dan Brazil
(sepanjang Amazon).
1. Penyebab
Onchocerciasis menyebar melalui gigitan lalat hitam betina yang
berkembang biak di sungai yang beraliran cepat (oleh sebab itu, disebut
kebutaan sungai). Siklus infeksi dimulai ketika lalat hitam menggigit orang
yang terinfeksi dan terinfeksi dengan bentuk prelarva pada cacing yang disebut microfilarie.
Mereka berkembang ke menjadi larva pada lalat. Ketika lalat menggigit orang
lain, larva masuk ke dalam kulit orang tersebut. larva tersebut bergerak di
bawah kulit dan membentuk gumpalan (bongkol kecil-kecil), ketika mereka
terbentuk di dalam cacing dewasa dalam 12 sampai 18 bulan. Cacing betina dewasa
bisa hidup sampai 15 tahun di dalam nodules ini. Setelah kawin, cacing
betina dewasa menghasilkan 1.000 microfilariae setiap hari. Ribuan microfilariae
bergerak melalui jaringan pada kulit dan mata dan bertanggungjawab atas
penyakit tersebut.
Biasanya, beberapa gigitan diperlukan sebelum infeksi menyebabkan
gejala-gejala.
Dengan
begitu, infeksi tersebut sangat mungkin terjadi pada pengunjung pada daerah
yang terinfeksi. Karena infeksi ditularkan di dekat sungai, kebanyakan orang
menghindari daerah tersebut. Tidak dapat hidup atau bekerja di sekitar sungai
yang mempengaruhi kemampuan mereka untuk menaikkan hasil nafkah. Oleh karena
itu, onchocerciasis bisa mengakibatkan kekurangan makanan di beberapa
daerah.
2. Gejala
Gejala-gejala
terjadi ketika microfilariae mati. Kematian mereka bisa menyebabkan rasa
gatal sekali, yang kemungkinan satu-satunya gejala. Ruam dengan kemerahan bisa
terjadi. Dengan berjalannya waktu, kulit bisa menebal, kasar dan berkerut. Hal
ini bisa menghilangkan pigmen pada daerah bintik mata. Kelenjar getah bening,
termasuk daerah kelamin, bisa menjadi meradang dan bengkak. Nodules
mengandung cacing dewasa kemungkinan bisa dilihat atau diraba di bawah kulit.
Mempengaruhi jarak penglihatan dari sedikit lemah (buram) sampai kebutaan
total. Mata bisa menjadi meradang dan terlihat merah. Terkena sinar matahari
yang terang bisa menyebabkan rasa sakit. Tanpa pengobatan, kornea bisa menjadi
buram secara total dan bisa tergores-penyebab kebutaan. Struktur lain pada
mata, termasuk iris, pupil, dan retina, kemungkinan terkena. Syaraf optik bisa
menjadi meradang dan mati. Kebutaan dapat mengakibatkan penurunan rentang
hidup.
3. Diagnosa
Biasanya, contoh kulit dipotong dan diteliti untuk microfilariae.
Cara ini terasa sakit sekali. Pilihan lain adalah tes darah, tetapi tes ini
tidak selalu dapat diandalkan atau tersedia. Microfilariae bisa juga
terlihat pada mata dengan menggunakan lampu celah. Nodules bisa diangkat
dan diperiksa untuk cacing dewasa, tetapi proses ini jarang diperlukan.
4. Pengobatan
Untuk pengobatan, ivermectin diberikan sebagai dosis tunggal melalui mulut
dan diulang setiap 6 sampai 12 bulan sampai gejala-gejalanya hilang. Ivermectin
membunuh microfilariae, mengurangi jumlah microfilariae pada
kulit dan mata, dan mengurangi produksi microfilariae untuk beberapa
bulan. Hal itu sepertinya tidak membunuh cacing dewasa. Efek samping biasanya
ringan. Dahulu, nodules diangkat dengan cara operasi, tetapi pengobatan
ini telah digantikan dengan ivermectin.
5. Pencegahan
Secara teori, menghindari daerah yang terinfeksi lalat, menggunakan baju
pelindung, dan secara bebas menggunakan penolak serangga bisa membantu
mengurangi resiko infeksi. Ivermectin diberikan sekali atau dua kali setahun
secara dramatis mengurangi jumlah microfilariae, mencegah perkembangan
penyakit lebih lanjut, dan membantu mengendalikan infeksi pada orang yang
seringkali terkena.
2.2.6 Trichinella spiralis (Cacing Otot)
Hewan dari anggota hewan tak
bertulang belakang
yang termasuk dalam filumNematoda. [1] Cacing ini menyebabkan penyakit trichinosis pada manusia, babi, atau tikus. Parasit masuk ke tubuh manusia melalui daging babi yang dimasak kurang matang. Di dalam usus manusia,
larva berkembang menjadi cacing muda. Cacing muda bergerak ke otot melalui pembuluh limfa atau darah
dan selanjutnya menjadi cacing dewasa. Untuk mencegah terinfeksi oleh cacing
ini, daging harus dimasak sampai matang untuk mematikan cacing muda.
1.Morfologi
Cacing
dewasa sangat halus menyerupai rambut, ujung anterior langsing, mulut kecil,
dan bulat tanpa papel. Cacing jantan panjangnya 1,4-1,6 mm, ujung posteriornya
melengkung ke ventral dan mempunyai umbai berbentuk lobus, tidak mempunyai
spikulum tepi. Dan tidak terdapat vas deferens yang bisa dikeluarkan sehingga
da[at membantu kopulasi. Cacing betina panjangnya 3-4 mm, posteriornya membulat
dan tumpul.
Cacing betina tidak mengeluarkan telur, tetapi mengeluarkan larva (larvipar).
Seekor cacing betina mengeluarkan larva sampai 1500 buah. Panjang larva yang
baru dikeluarkan kurang lebih 80-120 mikron, bagian anterior runcing dan
ujungnya menyerupai tombak.
2.
Siklus Hidup
Siklus hidup alami yang terjadi antara
babi dan tikus -> babi mengandung kista yang infektif -> manusia
terinfeksi olh karena makan daging babi atau mamamlia lain yang mengandung
kista -> cacing dewasa hidup di dalam dinding usus -> larva membentuk
kista di dalam otot bergaris.
3. Patologi dan Gejala Klinis
Gejala Trikinosis tergantung pada beratnya infeksi disebabkan oleh cacing
stadium dewasa dan stadium larva. Pada saat cacing dewasa mengadakan invasi ke
mukosa usus, timbul gejal usus sepertiskit perut diare, mual dan muntah. Masa
tunas gejala usus ini kira-kira 1-2 hari sesudah infeksi.Larva tersebar di otot
kira-kira 7-28 hari sesudah infeksi. Pada saat ini timbul gejal nyeri otot
(mialgia) dan randang otot (miositis) yang disertai demem, eusinofilia dan
hipereosinofilia.
Gejala yang disebakan oleh stadium larva tergantung juga pada alat yang
dihinggapi misalnya, dapat menyebabkan sembab sekitar mata, sakit persendian,
gejala pernafasan dan kelemahan umum. Dapat juga menyebabkan gejala akibat
kelainan jantung dan susunan saraf pusat bila larva T.spiralis tersebar di
alat-alat tersebut. Bila masa akut telah lalu, biasanya penderita sembuh secara
perlahan-lahan bersamaan dengan dibentuknya kista dalam otot.
Pada infeksi berat (kira-kira 5.000 ekor larva/kg berat badan) penderita
mungkin meninggal dalam waktu 2-3 minggu, tetapi biasanya kematian terjadi
dalam waktu 4-8 minggu sebagai akibat kelainan paru, kelainan otak, atau
kelainan jantung.
4. Epideologi
Cacing ini tersebar di seluruh dunia (kosmopolit), kecuali di kepulauan
Pasifik dan Australia. Frekuensi trikinosis pada manusia ditentukan oleh temuan
larva dalam kista di mayat atau melalui tes intrakutan. Frekuensi ini banyak
ditemukan di negara yang penduduknya gemar makan daging babi. Di daerah tropis
dan subtropis frekuensi trikinosis sedikit.
Infeksi pada manusia tergantung pada hilang atau tidak hilangnya penyakit ini
dari babi. Larva dapat dimatikan pada suhu 60-70 derajat celcius, larva tidak
mati pada daging yang diasap dan diasin.
2.2.7
Mansonella ozzardi
Mansonella ozzardi adalah parasit dalam filum Nematoda dari. Ini nematoda
filaria merupakan satu dari dua yang menyebabkan filariasis rongga serosa pada
manusia.
Nematoda filaria lain yang menyebabkan filariasis rongga serosa pada
manusia perstans Mansonella. Mansonella ozzardi merupakan endoparasit yang
mendiami rongga serosa dari perut di host manusia. Ia hidup di dalam polip,
peritoneum, dan dalam jaringan subkutan.
1. Taksonomi
2. Morfologi
Seperti nematoda lain, Mansonella ozzardi adalah cacing silinder dan
bilateral simetris. Ini adalah organisme dengan pseudocoel, atau rongga tubuh
palsu. Bagian luar parasit disebut kutikula. Kutikula adalah lapisan pelindung
yang dapat menahan lingkungan yang keras di saluran pencernaan dari host
manusia.
M. ozzardi dan nematoda lainnya memiliki otot memanjang yang berjalan di
sepanjang dinding tubuh. Mereka juga memiliki tali saraf dorsal, ventral, dan
longitudinal terhubung ke otot-otot longitudinal. Pada tahap dewasa Mansonella
ozzardi, betina lebih besar dari laki-laki.
3.Reproduksi
Ini adalah spesies dioecious. Hal ini diyakini bahwa betina melepaskan feromon
untuk menarik laki-laki (Sebelum 2003). Laki-laki yang menemukan kumparan
kehendak perempuan di sekitar perempuan lebih pori kelamin. Laki-laki ini
memiliki spikula yang digunakan untuk menahan perempuan selama kopulasi. Hewan
betina Ovoviviparous. Sperma dari nematoda tidak memiliki flagela a. Motilitas
adalah karena amoeboid-jenis selnya.
4. Siklus hidup
·
Arthropoda (lalat hitam atau nyamuk menggigit) akan
mengambil makan darah dari manusia dan akan memasukkan ketiga tahap larva
filaria ke dalam host manusia.
·
Larva akan menjadi dewasa dan akan mendiami jaringan
subkutan.
·
Orang-orang dewasa akan kawin dan menghasilkan
mikrofilaria terhunus. Mikrofilaria ini akan masuk ke aliran darah.
·
Sebuah arthropoda tidak akan mengambil makan darah
dari manusia yang terinfeksi dan menelan mikrofilaria tersebut.
·
Pada arthropoda tersebut, mikrofilaria akan perjalanan
dari midgut ke otot dada.
·
Pada otot dada, mikrofilaria akan berkembang menjadi
larva tahap pertama.
·
Kemudian, mikrofilaria akan lebih berkembang menjadi
larva stadium ketiga.
·
Larva tahap
ketiga akan melakukan perjalanan dari otot dada ke belalai yang arthropoda ini.
Ini adalah tahap di mana arthropoda dapat menginfeksi manusia ketika mengambil
makan darah.
2.2.8 Dracunculus medinensis
Dracunculus medinensis atau cacing Madinah (dulu
endemik dikota Madinah, sekarang dinyatakan sudah musnah dari sana oleh WHO)
merupakan parasit pada manusia dan mamalia di Asia dan Afrika. Larvanya
terdapat pada tubuh Cyclops sp. diperairan tawar.
1.
Taksonomi
Kingdom:
Animalia
Phylum: Nemathelminthes
Class:
Nematoda
Order: Camallanidae
Superfamily: Dracunculoidea
Family: Dracunculidae
Genus: Dracunculus
Species: D. Medinensis
2. Morfologi
Cacing ini berbentuk silindris dan
memanjang seprti benang. Permukaan tubuh berwarna putih susu dengan
kutikula yang halus. Ujung anterior berbentuk bulat tumpul sedangkan
ujung posterior melengkung membentuk kait. Memiliki mulut yang kecil dan
ujung anteriornya dikelilingi paling sedikit 10 papila. Cacing jantan
panjangnya 12-40 mm dan lebarnya 0,4 mm Cacing betina panjangnya 120 cm dan
lebarnya1-2 mm.
3. Nama Penyakit
Dracunculiasis
adalah infeksi yang disebabkan oleh cacing gelang Dracunculus medinensis.
Yang menyebabkan rasa sakit, luka kulit meradang dan radang sendi yang
melemahkan. Infeksi tersebut terjadi sebagian besar pada jalur sempit
melintasi beberapa negara di daerah Afrika Selatan dan di Yaman dan hanya
berlangsung pada musim tertentu.
4. Siklus hidup
Bila manusia meminum air mentah
mengandung cyclops yang telah terinfeksi oleh larva cacing ini menetas
lalu menembus dinding usus menuju jaringan bawah kulit, jantung atau otak. Setahun
kemudian, cacing yang telah dewasa akan bereproduksi dan bergerak menuju
permukaan kulit (umumnya tangan atau kaki), jantan akan mati setelah 3-7 bulan
setelah infeksi. Betina yang akan bereproduksi akan menimbulkan bercak merah
yang terasa sangat panas lalu menimbulkan luka terbuka pada anggota badan
tersebut.
Pada saat bagian tubuh yang terluka itu
direndam air (untuk mengurangi rasa panas yang ditimbulkan) cacing betina
dewasa akan keluar (dapat dilihat dengan mata) dari luka tersebut dan
melepaskan larva muda kemudian larva muda mencari Cyclops dan
siklus kembali terulang. setelah proses ini terselesaikan, betina akan
mati, apabila tidak dapat keluar dari tubuh maka cacing tersebut akan
terkristalisasi didalam tubuh inangnya. Luka terbuka yang diakibatkan oleh
penetrasi cacing ini memiliki potansi yang besar terkena infeksi bakteri
sekunder (bakteri tetanus,bakteri pemakan daging dsb) apabila tidak diobati
secara tepat.
5.
Penyebab
Orang menjadi terinfeksi dengan meminum
air yang mengandung semacam binatang air yang terinfeksi berkulit keras yang
kecil, yang selanjutnya menjadi hunian untuk cacing tersebut. setelah
penyerapan, crustacean mati dan melepaskan larva, yang menembus
dinding usus. Larva matang menjadi cacing dewasa sekitar 1 tahun. Setelah
dewasa, cacing betina bergerak melalui jaringan di bawah kulit, biasanya menuju
kaki. Di sana, mereka membuat bukaan pada kulit sehingga ketika mereka
melepaskan larva, larva tersebut bisa meninggalkan tubuh, masuk ke air, dan
menemukan hunian crustacean. Jika larva tidak mencapai kulit, mereka
mati dan hancur atau mengeras (calcify) di bawah kulit.
6. Gejala
Gejala-gejala diawali ketika cacing
tersebut menembus kulit. Sebuah lepuhan terbentuk pada bukaan. Daerah di
sekitar lepuhan gatal, terbakar, dan meradang-bengkak, merah, dan menyakitkan.
Material yang dilepaskan cacing tersebut bisa menyebabkan reaksi alergi, yang
bisa mengakibatkan kesulitan bernafas, muntah, dan ruam yang gatal.
Gejala-gejala reda dan lepuhan tersebut sembuh setelah cacing dewasa
meninggalkan tubuh. pada sekitar 50% orang, infeksi bakteri terjadi di sekitar
bukaan karena cacing tersebut. Kadangkala persendian dan tendon di sekitar
lepuhan rusak.
7. Diagnosa
Diagnosa adalah jelas ketika cacing
dewasa tampak pada lepuhan. Sinar X kemungkinan dilakukan untuk menentukan
klasifikasi cacing. Dapat dibuat bila terdapat garis linier berliku-liku
pada permukaan kulit dan ditemukannyan papula atau vesikula pada salah satu
ujung gris tersebut serta munculnya prodromal atau sistemik.
8. Pengobatan
Biasanya, cacing dewasa pelan-pelan
diangkat lebih dari sehari sampai seminggu dengan memutarnya pada sebuah
batang. Cacing tersebut bisa diangkat dengan cara operasi setelah bius lokal
digunakan, tetapi pada banyak daerah, metode ini tidak tersedia. Orang yang
juga mengalami infeksi bakteri kadangkala diberikan metronidazole untuk
mengurangi peradangan.
9. Pencegahan
1.
Penyaringan air minum melalui kain katun tipis.
2.
merebus air hingga mendidih sebelum digunakan.
3.
dan hanya meminum air berklorin membantu mencegah dracunculiasis.
2.3
Pengertian Malaria
Istilah malaria ini diperkenalkan oleh dr. Francisco torti pada abad ke-17.
Dalam perkataan itali malaria bermaksud udara kotor. Malaria adalah penyakit
yang disebabkan oleh protozoa yang disebut plasmodium, yang dalam salah satu
tahap perkembang biakannya akan memasuki dan menghancurkan sel-sel darah merah.
Plasmodium yang menyebarkan penyakit malaria berasal dari spesies plasmodium
falciparum dan plasmodium vivax, plasmodium ovale, plasmodium malariae, dan
plasmodium knowlesi.
Vektor yang berperan dalam penularan penyakit ini adalah nyamuk anopheles,
terutamanya anopheles sundaicus diasia dan anopheles gambiae di afrika.
Jenis malaria yang paling ringan adalah malaria tertiana yang disebabkan
oleh plasmodium vivax, dengan gejala demam yang dapat terjadi setiap dua hari
sekali setelah gejala pertama terjadi (dapat terjadi selama 2 minggu setelah
infeksi). Demam rimba (jungle fever), malaria aestivo-autumnal atau disebut
juga malaria tropika, disebabkan oleh plasmodium falciparum merupakan penyebab
sebagian besar kematian akibat malaria. Organisme bentuk ini sering menghalangi
jalan darah ke otak, menyebabkan koma,mengigau serta kematian.
Malaria kuartana yang disebabkan oleh plasmodium malariae, memiliki masa
inkubasi lebih lama dari pada penyakit malaria tertiana atau tropika; gejala
pertama biasanya tidak terjadi antara 18-40 hari setelah infeksi terjadi.
Gejala tersebut kemudian akan terulang kembali setiap 3 hari dan ini merupakan
jenis malaria yang paling jarang ditemukan, disebabkan oleh plasmodium ovale
dan mirip dengan malaria teriana. Pada masa inkubasi malaria, protozoa tumbuh
di dalam sel hati; beberapa hari sebelum gejala pertama terjadi, kemudian
organisme tersebut menyerang dan menghancurkan sel darah merah dan menyebabkan
demam pada penderita.
2.3.1 Jenis Plasmodium
Ada4 jenis plasmodium yang dapat menyebabkan
penyakit malaria, yaitu:
1. Plasmodium vivax, menyebabkan
malaria vivax yang disebut pula sebagai malaria tertiana.
2. Plasmodium falciparum,
menyebabkan malaria falciparum yang dapat pula disebut sebagai malaria
tersiana.
3. Plasmodium malariae, menyebabkan
malaria malariaeatau malaria kuartana karena serangan demam berulang pada tiap
hari keempat.
4. Plasmodium ovale, menyebabkan
malaria ovale dengan gejala mirip malari vivax. Malaria ini merupakan jenis
ringan dan dapat sembuh sendiri
2.3.2 Proses Kehidupan Plasmodium
Sebagaimana makhluk hidup lainnya,
plasmodium juga melakukan proses kehidupan yang meliputi:
Pertama,
metabolisme (pertukaran zat). Untuk proses hidupnya, plasmodium mengambil
oksigen dan zat makanan dari hemoglobin sel darah merah. Dari proses
metabolisme meninggalkan sisa berupa pigmen yang terdapat dalam sitoplasma.
Keberadaan pigmen ini bisa dijadikan salah satu indikator dalam identifikasi.
Kedua,
pertumbuhan. Yang dimaksud dengan pertumbuhan ini adalah perubahan morfologi
yang meliputi perubahan bentuk, ukuran, warna, dan sifat dari bagian-bagian
sel. Perubahan ini mengakibatkan sifat morfologi dari suatu stadium parasit
pada berbagai spesies, menjadi bervariasi.setiap proses membutuhkan waktu,
sehingga morfologi stadium parasit yang ada pada sediaan darah dipengaruhi
waktu dilakukan pengambilan darah. Ini berkaitan dengan jam siklus perkembangan
stadium parasit. Akibatnya tidak ada gambar morfologi parasit yang sama pada
lapang pandang atau sediaan darah yang berbeda.
Ketiga, pergerakan.
Plasmodium bergerak dengan cara menyebarkan sitoplasmanya yang berbentuk
kaki-kaki palsu (pseudopodia). Pada plasmodium vivax, penyebaran sitoplasma ini
lebih jelas terlihat yang berupa kepingan-kepingan sitoplasma. Bentuk
penyebaran ini dikenal sebagai bentuk sitoplasma amuboit (tanpa bentuk).
Keempat, berkembang
biak. Berkembang biak artinya berubah dari satu atau sepasang sel menjadi
beberapa sel baru.Ada dua macam perkembangbiakan sel pada plasmodium, yaitu:
1.
Pembiakan seksual.
Pembiakan ini terjadi di dalam tubuh
nyamuk melalui proses sporogoni. Bila mikrogametosit (sel jantan) dan
makrogametosit (sel betina) terhisap vektor bersama darah penderita, maka
proses perkawinan antara kedua sel kelamin itu akan terjadi. Dari proses ini
akan terbentuk zigot yang kemudian akan berubah menjadi ookinet dan selanjutnya
menjadi ookista. Terakhir ookista pecah dan membentuk sporozoit yang tinggal
dalam kelenjar ludah vektor.
Perubahan dari mikrogametosit dan
makrogametosit sampai menjadi sporozoit di dalam kelenjar ludah vektor disebut
masa tunas ekstrinsik atau siklus sporogoni. Jumlah sporokista pada setiap
ookista dan lamanya siklus sporogoni, pada masing-masing spesies plasmodium
adalah berbeda, yaitu: plasmodium vivax: jumlah sporozoit dalam ookista adalah
30-40 butir dan siklus sporogoni selama 8-9 hari. Plasmodium falsiparum: jumlah
sporozoit dalam ookista adalah 10-12 butir dan siklus sporogoni selama 10 hari.
Plasmodium malariae: jumlah sporozoit dalam ookista adalah 6-8 butir dan siklus
sporogoni selama 26-28 hari.
2. Pembiakan
aseksual.
Pembiakan ini terjadi di dalam tubuh
manusia melalui proses sizogoni yang terjadi melalui proses pembelahan sel
secara ganda. Inti troposoit dewasa membelah menjadi 2, 4, 8, dan seterusnya
sampai batas tertentu tergantung pada spesies plasmodium. Bila pembelahan inti
telah selesai, sitoplasma sel induk dibagi-bagi kepada setiap inti dan
terjadilah sel baru yang disebut merozoit.
Kelima, reaksi
terhadap rangsangan. Plasmodium memberikan reaksi terhadap rangsangan yang
datang dari luar, ini sebagai upaya plasmodium untuk mempertahankan diri
seandainya rangsangan itu berupa ancaman terhadap dirinya. Misalnya, plasmodium
bisa membentuk sistem kekebalan (resistensi) terhadap obat anti malaria yang
digunakan penderita.
Dengan adanya proses-proses
pertumbuhan dan pembiakan aseksual di dalam sel darah merah manusia, maka
dikenal ada tiga tingkatan (stadium) plasmodium yaitu:
a. Stadium tropozoit,
plasmodium ada dalam proses pertumbuhan.
b. Stadium sizon, plasmodium
ada dalam proses pembiakan.
c. Stadium gametosit,
plasmodium ada dalam proses pembentukan sel kelamin.
Oleh karena dalam setiap stadium
terjadi proses, maka dampaknya bagi morfologi parasit juga akan mengalami
perubahan. Dengan demikian, dalam stadium-stadium itu sendiri terdapat
tingkatan umur yaitu: tropozoit muda, tropozoit setengah dewasa, dan tropozoit
dewasa. Sizon muda, sizon tua, dan sizon matang. Gametosit muda, gametosit tua,
dan gametosit matang.
Untuk sizon berproses berawal dari
sizon dewasa pecah menjadi merozoit-merozoit dan bertebaran dalam plasma darah.
Merozoit kemudian menginvasi sel darah merah yang kemudian tumbuh menjadi
troposoit muda berbentuk cincin atau ring form. Ring form tumbuh menjadi
troposoit setengah dewasa, lalu menjadi troposoit dewasa. Selanjutnya berubah
menjadi sizon muda dan sizon dewasa. Pada saat menjadi merozoit-merozoit, sizon
dewasa mengalami sporulasi yaitu pecah menjadi merozoit-merozoit baru.
Di sini dapat dikatakan, proses dari
sizon dewasa untuk kembali ke sizon lagi, disebut satu siklus. Lamanya siklus
ini dan banyaknya merozoit dari satu sizon dewasa, tidak sama untuk tiap
spesies plasmodium. Pada plasmodium falsiparum: jumlah merozoit di dalam satu
sel sizon dewasa sebanyak 32 dan lama siklusnya 24 jam. Artinya reproduksi
tinggi dan cepat sehingga kepadatan troposoit pada darah sangat tinggi.
Plasmodium vivax: jumlah merozoit di
dalam satu sel sizon dewasa sebanyak 16 dan lama siklusnya 48 jam. Artinya
reproduksi rendah dan lebih lambat, sehingga kepadatan troposoit pada darah
sering rendah. Plasmodium malariae: jumlah merozoit di dalam satu sel sizon
dewasa sebanyak delapan dan lama siklusnya 72 jam. Artinya reproduksi lebih
rendah dan lebih lambat. Ini mungkin yang menjadi penyebab jarangnya spesies
ini ditemukan.
Akhirnya, karena perbedaan proses
perkembangan, maka masa tunas atau pre paten atau masa inkubasi plasmodium di
dalam tubuh manusia (intrinsik) masing-masing spesies lamanya berbeda.
Plasmodium falsiparum selama 9-14 hari, plasmodium vivax selama 12-17 hari, dan
plasmodium malariae 18 hari.
2.3.3 Siklus Hidup Plasmodium Pada
Tubuh Manusia
Ketika
nyamuk anopheles betina (yang mengandung parasit malaria) menggigit manusia,
akan keluar sporozoit dari kelenjar ludah nyamuk masuk ke dalam darah dan
jaringan hati. Dalam siklus hidupnya parasit malaria membentuk stadium sizon
jaringan dalam sel hati (stadium ekso-eritrositer). Setelah sel hati pecah,
akan keluar merozoit/kriptozoit yang masuk ke eritrosit membentuk stadium sizon
dalam eritrosit (stadium eritrositer). Disitu mulai bentuk troposit muda sampai
sizon tua/matang sehingga eritrosit pecah dan keluar merozoit. Sebagian besar
merozoit masuk kemabli ke eritrosit dan sebagian kecil membentuk gametosit
jantan dan betina yang siap untuk diisap oleh nyamuk malaria betina dan
melanjutkan siklus hidupnya di tubuh nyamuk (stadium sporogoni).
Didalam
lambung nyamuk, terjadi perkawinan antara sel gamet jantan (mikro gamet) dan
sel gamet betina (makro gamet) yang disebut zigot. Zigot berubah menjadi
ookinet, kemudian masuk ke dinding lambung nyamuk berubah menjadi ookista.
Setelah ookista matang kemudian pecah, keluar sporozoit yang berpindah ke
kelenjar liur nyamuk dan siap untuk ditularkan ke manusia.
Khusus
plasmodium vivax dan plasmodium ovale pada siklus parasitnya di jaringan hati
(sizon jaringan) sebagian parasit yang berada dalam sel hati tidak melanjutkan
siklusnya ke sel eritrosit, akan tetapi tertanam di jaringan hati –disebut
hipnosit-. Bentuk hipnosit inilah yang menyebabkan malaria relapse. Pada
penderita yang mengandung hipnosoit, apabila suatu saat dalam keadaan daya
tahan tubuh menurun misalnya akibat terlalu lelah, sibuk, stress atau perubahan
iklim (musim hujan), hipnosoit dalam tubuhnya akan terangsang untuk melanjutkan
siklus parasit dari sel hati ke eritrosit.
Setelah
eritrosit yang berparasit pecah akan timbul kembali gejala penyakit. Misalnya 1
– 2 tahun sebelumnya pernah menderita plasmodium vivax/ovale dan sembuh setelah
diobati, bila kemudia mengalami kelelahan atau stress, gejala malaria akan muncul
kembali sekalipun yang bersangkutan tidak digigit oleh nyamuk anopheles. Bila
dilakukan pemeriksaan, akan didapati sd positif plasmodium vivax/ plasmodium
ovale.
Pada
plasmodium falciparum serangan dapat meluas ke berbagai organ tubuh lain dan
menimbulkan kerusakan seperti di otak, ginjal, paru, hati dan jantung, yang
mengakibatkan terjadinya malaria berat atau komplikasi. Plasmodium falciparum
dalam jaringan yang mengandung parasit tua – bila jaringan tersebut berada di
dalam otak- peristiwa ini disebut sekustrasi. Pada penderita malaria berat,
sering tidak ditemukan plasmodium dalam darah tepi karena telah mengalami
sekuestrasi. Meskipun angka kematian malaria serebral mencapai 20-50% hampir
semua penderita yang tertolong tidak menunjukkan gejala sisa neurologis
(sekuele) pada orang dewasa. Malaria pada anak kecil dapat terjadi sekuel.
2.3.4 Jenis Malaria
Penyakit ini memiliki empat jenis
dan disebabkan oleh spesies parasit yang berbeda. Jenis malaria itu adalah:
1. malaria tertiana (paling ringan),
yang disebabkan plasmodium vivax dengan gejala demam dapat terjadi setiap dua
hari sekali setelah gejala pertama terjadi (dapat terjadi selama dua minggu
setelah infeksi).
2. demam rimba (jungle fever),
malaria aestivo-autumnal atau disebut juga malaria tropika, disebabkan
plasmodium falciparum merupakan penyebab sebagian besar kematian akibat
malaria. Organisme bentuk ini sering menghalangi jalan darah ke otak,
menyebabkan koma, mengigau dan kematian.
3. malaria kuartana yang disebabkan
plasmodium malariae, memiliki masa inkubasi lebih lama daripada penyakit
malaria tertiana atau tropika; gejala pertama biasanya tidak terjadi antara 18
sampai 40 hari setelah infeksi terjadi. Gejala itu kemudian akan terulang lagi
tiap tiga hari.
4. malaria pernisiosa, disebabkan
oleh plasmodium vivax, gejala dapat timbul sangat mendadak, mirip stroke, koma
disertai gejala malaria yang berat.
2.3.5 Gejala
malaria
Gejala serangan malaria pada
penderita yaitu:
a. Gejala
klasik, biasanya ditemukan pada penderita yang berasal dari daerah non endemis
malaria atau yang belum mempunyai kekebalan (immunitas); atau yang pertama kali
menderita malaria. Gejala ini merupakan suatu parokisme, yang terdiri dari tiga
stadium berurutan:
- Menggigil (selama 15-60 menit
- Demam (selama 2-6 jam), timbul
setelah penderita mengigil, demam dengan suhu badan sekitar 37,5-40 derajad
celcius, pada penderita hiper parasitemia (lebih dari 5 persen) suhu meningkat
sampai lebih dari 40 derajad celcius.
- Berkeringat (selama 2-4 jam),
timbul setelah demam, biasanya setelah berkeringat, penderita merasa sehat
kembali.
b. Gejala
malaria dalam program pemberantasan malaria:
- Demam
- Menggigil
- Berkeringat
- Dapat disertai dengan gejala lain:
sakit kepala, mual dan muntah.
- Gejala khas daerah setempat: diare
pada balita (di timtim), nyeri otot atau pegal-pegal pada orang dewasa (di
papua), pucat dan menggigil-dingin pada orang dewasa (di yogyakarta).
c. Gejala
malaria berat atau komplikasi, yaitu gejala malaria klinis ringan diatas dengan
disertai salah satu gejala di bawah ini:
- Gangguan kesadaran (lebih dari 30
menit)
- Kejang, beberapa kali kejang
- Panas tinggi diikuti gangguan
kesadaran
- Mata kuning dan tubuh kuning
- Perdarahan di hidung, gusi atau
saluran pencernaan
- Jumlah kencing kurang (oliguri)
- Kelemahan umum (tidak bisa
duduk/berdiri)
- Nafas sesak
d. Kadar darah
putih, leukosit, cenderung meningkat. Jika tidak segera diobati biasanya akan
timbul jaundice ringan (sakit kuning) serta pembesaran hati dan limpa.
e. Kadar gula
darah rendah.
f. Jika
sejumlah parasit menetap di dalam darah kadang malaria bersifat menetap.
Menyebabkan penurunan nafsu makan, rasa pahit pada lidah, lemah, sertai demam.
Adapun
gejala gejala malaria berdasarkan jenis malaria antara lain:
a. Gejala malaria vivax & ovale
Gejala yang terlihat sangat samar;
berupa demam ringan yang tidak menetap, keringat dingin, dan berlangsung selama
1 minggu membentuk pola yang khas. Biasanya demam akan terjadi antara 1 – 8
jam. Setelah demam reda, pengidap malaria ini merasa sehat sampai gejala
susulan kembali terjadi. Gejala jenis malaria ini cenderung terjadi setiap 48
jam.
b. Gejala malaria falciparum
Gejala awal adalah demam tinggi,
suhu tubuh naik secara bertahap kemudian tiba-tiba turun. Serangan bisa
berlangsung selama 20 – 36 jam, dan penderita mengalami sakit kepala hebat.
Setelah gejala utama mereda, pengidap akan merasa tidak nyaman.
c. Gejala malaria malariae
(kuartana)
Suatu serangan seringkali dimulai
secara samar-samar. Serangannya menyerupai malaria vivax, dengan selang waktu
setiap 72 jam.
2.3.6 Pengobatan Malaria
Tujuan pengobatan malaria adalah
menyembuhkan penderita, mencegah kematian, mengurangi kesakitan, mencegah
komplikasi dan relaps, serta mengurangi kerugian sosial ekonomi (akibat
malaria). Tentunya, obat yang ideal adalah yang memenuhi syarat:
-Membunuh semua stadium dan jenis
parasit
-Menyembuhkan infeksi akut, kronis
dan relaps
-Toksisitas dan efek samping sedikit
-Mudah cara pemberiannya
-Harga murah dan terjangkau oleh
semua lapisan masyarakat
Sayangnya, dalam pengobatan
didapatkan hambatan operasional dan teknis.
Hambatan operasioanal itu adalah:
- Produksi obat, penggunaan
obat-obatan dengan kualitas kurang baik, bahkan obat palsu.
- Distribusi obat tidak sesuai
dengan kebutuhan atas indikasi kasus dipuskesmas.
- Kualitas tenaga kesehatan, pemberian obat tidak sesuai dengan dosis trandar
yang telah ditetapkan.
- Kesadaran penderita, penderita
tidak minum obat sesuai dengan dosis yang dianjurkan (misal, klorokuin untuk
tiga hari, hanya diminum satu hari saja)
sementara itu, hambatan teknisnya adalah gagal obat atau resistensi terhadap
obat.
Obat yang ideal yaitu:
- Membunuh semua stadium dan jenis
parasit
- Menyembuhkan infeksi akut, kronis
dan relaps
- Toksisitas dan efek samping
sedikit
- Mudah cara pemberiannya
- Harga murah dan terjangkau oleh
semua lapisan masyarakat
Sedangkan hambatan operasional dalam
pengobatan adalah:
- Produksi obat, penggunaan obat-obatan dengan
kualitas kurang baik, bahkan obat palsu.
- Distribusi obat tidak sesuai dengan kebutuhan atas indikasi kasus di
puskesmas.
- Kualitas tenaga kesehatan, pemberian obat tidak sesuai dengan dosis trandar
yang telah ditetapkan.
- Kesadaran penderita, penderita
tidak minum obat sesuai dengan dosis yang dianjurkan (misal klorokuin untuk 3
hari, hanya diminum 1 hari saja).
Adabeberapa jenis obat yang dikenal
umum yang dapat digunakan dalam pengobatan penyakit malaria, antara lain:
1. Klorokuin
2. Primakuin
3. Kina
4. Sulfadoksin pirimetamin (sp)
5. Sambiloto
6. Pulai
7. Johar
8. Bratawali
9. Vaksin
2.3.7 Pencegahan Malaria
Menjaga
kebersihan lingkungan tempat tinggal merupakan salah satu langkah yang penting
untuk mencegah gigitan nyamuk yang aktif di malam hari ini. Keberhasilan
langkah ini sangat ditentukan oleh kesadaran masyarakat setempat. Pencegahan
tanpa obat, yaitu dengan menghindari gigitan nyamuk dapat dilakukan dengan cara
:
1. Menggunakan kelambu (bed net) pada
waktu tidur, lebih baik lagi dengan kelambu berinsektisida.
2. Mengolesi badan dengan obat anti
gigitan nyamuk (repellent).
3. Menggunakan pembasmi nyamuk, baik
bakar, semprot maupun lainnya.
4. Memasang kawat kasa pada jendela
dan ventilasi.
5. Letak tempat tinggal diusahakan
jauh dari kandang ternak.
6. Mencegah penderita malaria dan
gigitan nyamuk agar infeksi tidak menyebar.
7. Membersihkan tempat
hinggap/istirahat nyamuk dan memberantas sarang nyamuk.
8. Hindari keadaan rumah yang
lembab, gelap, kotor dan pakaian yang bergantungan serta genangan air.
9. Membunuh jentik nyamuk dengan
menyemprotkan obat anti larva (bubuk abate) pada genangan air atau menebarkan
ikan atau hewan (cyclops) pemakan jentik.
10. Melestarikan hutan bakau agar
nyamuk tidak berkembang biak di rawa payau sepanjang pantai.
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Ø Nematoda
Darah/Jaringan Tubuh Manusia dan Hewan
Nematoda darah atau dikenal sebagai Nematoda filaria, menyebabkan penyakit kaki
gajah atau elefantiasis/filariasis.
Ø Jenis-jenis
nematoda jaringan, antara lain :
o
Wuchereria bancrofti
o
Brugia Malayi
o
Brugia timori
o
Loa-loa
o
Onchocerca
volvulus
o
Trichinella spiralis
o
Mansonella
ozzardi
Ø Malaria
adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa yang disebut plasmodium, yang
dalam salah satu tahap perkembang biakannya akan memasuki dan menghancurkan
sel-sel darah merah. Plasmodium yang menyebarkan penyakit malaria berasal dari
spesies plasmodium falciparum dan plasmodium vivax, plasmodium ovale, plasmodium
malariae, dan plasmodium knowlesi.
3.1 Saran
Dalam
pembuatan makalah ini tentu jauh dari sempurna. Untuk itu, kami mengharapkan kritik serta saran dari
pembaca demi perbaikan di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Prianto L.A, Juni 1994.
Atlas Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Prabowo, Arlan. 2000. Malaria: Mencegah
dan Mengatasi, Penerbit Niaga Swadaya
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar